suku palembang
Dari 12 juta penduduk
kota Palembang, 40-50% adalah suku Palembang. Suku Palembang dibagi dalam dua
kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan keturunan
bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari
kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah
rakyat biasa.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku
Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Cina, suku Jawa dan
kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia.
Banyak orang Palembang banyak menjadi
pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang berkeja sebagai pedagan di pasar,
buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan tangan Luasnya ladang
minyak di Palembangn menjadi kekayaan tersendiri kota Palembang.
Tradisi yang telah mengakar dalam budaya
suku Palembang dan telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang,
ialah sebagian kecil pedagang menjajakan dagangannya di atas permukaan air
sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi pedagang, orang Palembang
juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatera
Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala
bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses
menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan
lain-lain.
Banyak orang Palembang yang masih tinggal
di rumah yang didirikan di atas air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah
khas Palembang yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk
melindungi dari banjir.
Suami atau ayah berfungsi sebagai pelindung
rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah dalam sistem kekeluargaan suku
Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab menjaga ketertiban dan
keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri ditentukan oleh ungkapan
para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah surgaku”. Sebuah keluarga lebih
mengharapkan anak laki-laki dari pada anak perempuan. Para kakek-kakek dari
kedua belah pihak menganggap cucu lelaki sebagai jaminan dan bakal negeri
(memperkuat kekuatan mereka) dan negakke
jurai (jaminan
sebagai penerus garis keturunan mereka).
Islam menjadi agama yang dianut sebagaina
besar orang Palembang. Sondok
piyogo atau dalam
bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at dijunjung” merupakan semboyan
yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa
meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan
adat kebiasaan suku Palembang.
Lapangan pekerjaan merupakan masalah sosial
suku Palembang. Karena pengangguran menjadi masalah bagi orang Palembang. Orang
Palembang dikenal sebagai orang yang sulit atau bahkan tidak mau melakukan
pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok bagi suku Palembang di mana
kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga kemerosotan.
Dalam kesehariannya, suku Palembang
berbicara dalam bahasa Palembang. Bahasa Palembang sendiri merupakan bagian
atau varian dari bahasa Melayu atau sering disebut sebagai bahasa Melayu
Palembang. Bahasa Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap
kata. Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan
bahasa Melayu Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua
dialek bahasa, yaitu baso Palembang Alus dan baso Palembang Sari-Sari.
0 komentar: