minangkabau
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan
menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut
kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau,
bagian utara Bengkulu,
bagian barat Jambi,
pantai baratSumatera Utara, barat
daya Aceh,
dan juga Negeri Sembilan di Malaysia.[3] Dalam
percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang,
merujuk kepada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya
akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang
awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri.[4]
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur
etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem
monarki,[5] serta
menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan
melalui jalur perempuan atau matrilineal,[6] walaupun
budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam,
sedangkan Thomas Stamford
Raffles, setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat
kedudukan Kerajaan
Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan
asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya
tersebar luas di Kepulauan Timur.[7]
Saat ini masyarakat Minang merupakan
masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.[8][9] Selain itu, etnis ini juga telah
menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk
menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau
tertuang singkat dalam pernyataan Adat
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat
bersendikan hukum, hukum bersendikanAl-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan
ajaran Islam.[10]
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka
merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis.[11] Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam,Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Kuala Lumpur, Seremban, Singapura, Jeddah, Sydney,[12]dan Melbourne.[13]
Masyarakat Minang memiliki masakan khas
yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.[14]
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan
menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut
kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau,
bagian utara Bengkulu,
bagian barat Jambi,
pantai baratSumatera Utara, barat
daya Aceh,
dan juga Negeri Sembilan di Malaysia.[3] Dalam
percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang,
merujuk kepada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya
akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang
awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri.[4]
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur
etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem
monarki,[5] serta
menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan
melalui jalur perempuan atau matrilineal,[6] walaupun
budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam,
sedangkan Thomas Stamford
Raffles, setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat
kedudukan Kerajaan
Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan
asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya
tersebar luas di Kepulauan Timur.[7]
Saat ini masyarakat Minang merupakan
masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.[8][9] Selain
itu, etnis ini juga telah
menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk
menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau
tertuang singkat dalam pernyataan Adat
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat
bersendikan hukum, hukum bersendikanAl-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan
ajaran Islam.[10]
Orang Minangkabau sangat menonjol di
bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan
pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis.[11] Hampir
separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan.
Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam,Palembang,
dan Surabaya.
Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Kuala Lumpur, Seremban, Singapura, Jeddah, Sydney,[12]dan Melbourne.[13]
Masyarakat Minang memiliki masakan khas
yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.[14]
Asal-usul minang
Dari tambo yang
diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal
dari keturunan Iskandar
Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis
dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya
sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak.[5] Namun
demikian kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana
masyarakat Minangkabau mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah
seorang keturunan Iskandar Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka.[22]
Masyarakat Minang merupakan bagian dari
masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi
dari daratan China Selatan ke pulauSumatera sekitar 2.500–2.000 tahun yang lalu.
Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera,
menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang
Minangkabau.[23] Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang
dikenal dengan nama luhak,
yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak
Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, danLuhak Tanah Data.[6] Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial
pemerintahan yang disebut afdeling,
dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan
nama Tuan Luhak.[5]
Sementara seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek
yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau.
Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu
masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari
kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau Nan Duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).
Pada awalnya penyebutan orang Minang
belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang
dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang
tetap bertahan berbanding patrilineal yang
dianut oleh masyarakat Melayu umumnya.[24] Kemudian pengelompokan ini terus
berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.
agama
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam,
jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung
yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya
disebut "dibuang sepanjang adat".
Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada
anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman,
namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang
berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantanberhulu pada kawasan pedalaman
Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke
pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman),[25] serta hal ini juga dikaitkan dengan
penyebutan Orang Siakmerujuk
kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam,[26] masih tetap digunakan di dataran
tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini
dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa
pemerintahan Adityawarman dan
anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur
kerajaan dengan munculnya Kerajaan
Pagaruyung yang telah
mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau
sampai abad ke-16,Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803,[27] memainkan peranan penting dalam
penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau
pada saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih
terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang Padri sebelum
akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat
berasaskan Al-Qur'an.[28]
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam,
jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung
yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya
disebut "dibuang sepanjang adat".
Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada
anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman,
namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang
berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantanberhulu pada kawasan pedalaman
Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke
pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman),[25] serta hal ini juga dikaitkan dengan
penyebutan Orang Siakmerujuk
kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam,[26] masih tetap digunakan di dataran
tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini
dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa
pemerintahan Adityawarman dan
anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur
kerajaan dengan munculnya Kerajaan
Pagaruyung yang telah
mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau
sampai abad ke-16,Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803,[27] memainkan peranan penting dalam
penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau
pada saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih
terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang Padri sebelum
akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat
berasaskan Al-Qur'an.[28]
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam,
jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung
yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya
disebut "dibuang sepanjang adat".
Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada
anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman,
namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang
berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantanberhulu pada kawasan pedalaman
Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke
pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman),[25] serta hal ini juga dikaitkan dengan
penyebutan Orang Siakmerujuk
kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam,[26] masih tetap digunakan di dataran
tinggi Minangkabau.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini
dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa
pemerintahan Adityawarman dan
anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur
kerajaan dengan munculnya Kerajaan
Pagaruyung yang telah
mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau
sampai abad ke-16,Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803,[27] memainkan peranan penting dalam
penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau
pada saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih
terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang Padri sebelum
akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat
berasaskan Al-Qur'an.[28]
Sumber : Wikipedia.com
0 komentar: